Tuesday, July 18, 2017

INDIKATOR HIDUP BERKAH

Wah sudah lama juga nih berkunjung dan menulis di Blog AgungSS Experimental Blog ini. Yah kini Penulis dengan izin ALLAH sudah memasuki Umur senja yaitu lebih dari 65 Tahun  untuk hidup dan berada didunia ini. Mengingat salah satu hobby Penulis adalah menulis di Blog, makanya Penulis membuka beberapa Blog dimana Nama Blognya adalah sesuai dengan Tema yang Penulis suka menulis.
Biasanya sambil mendengarkan lagu Penulis sebagai Blogger akan menuangkan aluran pikiran kita di Blog kita. Sore hari adalah Hari  Selasa, dimana Penulis tadi pagi sempat mengepel teras depan sambil mencari keringat dengan karbol yang ada Serehnya yang diberikan oleh kawan Penulis, dengan harapan tidak banyak nyamuk. Syukur Alhamdulillah Penulis hingga kini masih diberikan kesempatan oleh ALLAH untuk dapat hidup dengan sehat.
Tadi pagi sempat jalan pagi 40 menit  dimana ditengah jalan ketemu teman  jalan sehingga mendapat teman ngobrol.Kita mengitari lapangan di dekat Kompleks Taman Gandaria dekat Kompleks Deplu daerah Cipete.
Menurutnya ada ahli bijak yang menyatakan  bahwa indikator rejeki kita berkah adalah jika kita merasa cukupbahagia serta bersyukur kepada ALLAH atas  rejeki yang kita peroleh, yang membuat kita ringan dan senang hati  ingin mendekatkan diri kita kepada ALLAH.
Sebaliknya jika kita misalnya mendapat banyak uang, namun dalam kehidupan kita, pada saat banyaknya uang kita menjauh dari ALLAH Sang Maha Pencipta, bahkan kita tidak merasa berkecukupan malah merasa kurang terus, maka menurut ahli yang Bijak tersebut,  terindikasi bahwa banyaknya uang tersebut tidak berkah. Penyebab tidak berkah uang tersebut, menurutnya perlu kita evaluasi dan deteksi mengapa kita pada saat itu kental dengan aroma "Hawa Panas" tidak menenangkan hati, sehingga kita merasa tidak pernah cukup dengan banyaknya uang yang kita peroleh  tersebut. 
Menarik juga cerita dari kawanku tersebut, sehingga perlu kita renungi serta kita telusuri, karena bisa juga kita kalau sedang banyak uang atau memegang suatu Jabatan, cobaannya adalah tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh ALLAH. Bahkan kalau kita mengacu pada Kitab Suci Al Quran kita kerap kali menemukan perumpaan bahwa orang yang sedang diberi nikmat Uang atau  kebun yang Makmur, merasa bahwa Hasil Panen tersebut semata-mata adalah karena "jerih payahnya" dan tidak mengakui bahwa rejeki yang melimpah tersebut adalah karena izin, pemberian  dan diperkenankan oleh ALLAH.  
Memang cobaan atau ujian tersebut terhadap manusia pada garis besarnya ada 2 (Dua) macam yaitu dicoba dengan 
(i) "kekurangan" harta, uang, sawah, jiwa, jabatan, pangkat  atau 
(ii) diberikan cobaan dengan "melimpah" harta, sawah, rejeki, pangkat, jabatan,
sehingga jika kita tidak mau mendekat kepada ALLAH dengan membaca Kitab Suci Al Quran bagi umat muslim, maka kita bisa secara tidak sadar diberikan khayalan oleh Syaitan bahwa kita berada dijalan yang baik dan benar, padahal kalau kita memakai Hati Nurani atau Qalbu kita dengan berpatokan banyak mengingat kepada ALLAH, maka kita bisa secara tidak sadar menuhankan "Hawa Nafsu" kita.
 Jika kita diberikan suatu Jabatan, sebenarnya ada "Amanah yang melekat" pada Jabatan tersebut, dimana jika kita tidak dekat maupun banyak mengingat ALLAH, maka kita akan "kejebak" untuk menjadi "Sombong" dan lupa atas Amanah yang melekat pada Jabatan  tersebut, apalagi jika Jabatan tersebut adalah dilevel Legislatif, Yudikatif maupun Eksekutif, dimana terdapat "Amanah" yang jelas melekat pada Fungsi dan Tugas Jabatan Publik tersebut yaitu untuk mensejahterakan Rakyat maupun memberikan rasa aman, nyaman, mengayomi, memberikan rasa Keadilan kepada  Masyarakat Umum, dan memberikan contoh Teladan kepada Rakyat bagaimana hidup  yang Pantas dilihat oleh suatu Masyarakat yang memberikan Amanah tersebut. 
 Jika kita tidak banyak mengingat kepada ALLAH maka, kita berpotensi untuk menghumbar "Hawa Nafsu" baik Kesombongan maupun Ilmu Mumpung, sehingga pada implementasinya   bukannya mendapatkan "Berkah" malah kita berpotensi untuk dapat terjerat melakukan tindakan yang "Tidak Amanah" maupun "Tidak memegang Janji dan Sumpah Jabatan" sewaktu Jabatan tersebut dipercayakan kepada kita.        
Berdasarkan hal tersebut, maka kita masing-masing haruslah menginstropeksi diri kita sendiri, sebelum kita mencela atau menuduh orang lain, karena manusia itu berpotensi untuk menundukan diri kepada Hawa Nafsu maupun berpontensi dan punya "Kebebasan Pilihan" untuk menundukan Hawa Nafsu dengan cara banyak mengingat kepada ALLAH sesuai dengan tuntunan dan petunjuk yang telah diberikan oleh ALLAH sebagai Zat Pencipta dari manusia serta bumi alam semesta ini.     

Jakarta, 18 Juli 2017
Agung S. Suleiman